Telkomsel Merah Putih USO : Cerita Sebuah Project

Lip Services

Diawali Project USO Desa Dering yang merupakan Program Pemerintah
untuk penggelaran layanan akses telekomunikasi dan informatika dengan
layanan dasar (basic service) yaitu suara dan teks di lebih dari
25.000 desa pada tahun 2009 dengan masa kontrak hingga 2014. Wilayah
layanan USO Telkomsel meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara
dan Kalimantan. Project yang berada di bawah BP3TI dan Depkominfo
ini pada tahun 2012 dilakukan upgrade dengan BTS kapasitas lebih
besar untuk daerah terpencil, pulau terluar, dan perbatasan RI.

Selain di daratan, Telkomsel juga telah melakukan pembangunan
jaringan telekomunikasi selular diatas kapal, saat ini sinyal
Telkomsel sudah ada 16 kapal PELNI.

Di samping program USO, Telkomsel  juga mengembangkan program
Telkomsel Merah Putih yang merupakan wujud nyata peningkatan
layanan hingga pelosok dan perbatasan negara. TELKOMSEL Merah
Putih ('TMP') adalah Solusi Teknologi Komunikasi persembahan
Telkomsel yang Menembus DaeRAH Pedesaan, IndUstri TerpencIl
(pengeboran lepas pantai, hutan, puncak bukit) dan BaHari (jalur
transportasi laut). Program TMP mencakup seluruh wilayah
Indonesia dari Sabang NAD hingga Merauke PAPUA dan dari Miangas
SULUT hingga Pulau Rote NTT.

Sumber : www.telkomsel.com

Itu adalah informasi yang sempat saya ambil dari website Telkomsel. Di tulisan kali ini saya ingin bercerita tentang pengalaman saya bekerja dalam salah satu project Telkomsel yang memiliki fokus ke daerah terpencil (remote area) ini. Saya bergabung dengan sebuah perusahaan vendor perangkat asal Cina atas tawaran dari seorang teman yang mengetahui mimpi saya untuk menginjak tanah Papua. Tentu saja tawaran tersebut tidak saya sia-siakan. Kebetulan saat itu saya sedang menganggur, walaupun dengan konsekuensi bayaran yang tidak begitu besar dan pekerjaan yang agak jauh melenceng dari keahlian saya. Ya, pekerjaannya bukan di bidang optimasi, melainkan implementasi atau bahasa mudahnya instalasi Base Transceiver Station. Pekerjaan yang cukup melelahkan dan beresiko, karena menuntut fisik dan mental baja. Untungnya, bekerja di ketinggian sudah tidak asing bagi saya.

Technical issue

Saya juga ingin berbagi mengenai teknologi dan metode yang diaplikasikan. Dalam satu jaringan BSS GSM, setidaknya ada beberapa entitas atau elemen jaringan yang harus ada. Seperti gambar di bawah, arsitektur BSS (Base Station Subsystem) mensyaratkan ada BTS dan BSC. Keduanya terhubung melalui sebuah interface bernama Abis. Di Abis inilah letak keunikan dari project BTS untuk daerah terpencil. Untuk jaringan di perkotaan, interface Abis umumnya diimplementasi menggunakan transmisi radio microwave (MW). Transmisi jenis ini mensyaratkan hubungan line of sight antara sisi BTS dan BSC. Jadi gampangnya, antena MW di BTS dan BSC harus bisa saling melihat, tanpa ada penghalang sedikit pun. Transmisi MW mustahil diimplementasi di daerah terpencil yang rata-rata terpisah pulau atau kontur tanah yang berbukit atau harus melewati pegunungan. Belum lagi jarak ratusan kilometer dari kota. Penggunaan transmisi repeater atau multiple hop pun secara cost maupun feasibilitynya tidak akan masuk akal.

Arsitektur sederhana satellite Abis

Arsitektur sederhana satellite Abis

Link satelit yang sudah berkembang sejak dekade 80-an adalah solusinya. Teknologi satelit sudah memungkinkan penggunaan protokol IP. VSAT IP adalah teknologi yang dipilih sebagai solusi transmisi BTS-BSC. Diameter antena yang lebih kecil (kurang dari 3 meter) dan fleksibilitas dalam hal konfigurasi serta efisien dalam hal bandwidth adalah alasannya. Sebuah hub station akan terhubung langsung dengan BSC, sedangkan BTS akan terhubung dengan modem satelit. Semuanya membentuk hubungan dua arah dengan protokol IP. Untuk BTS yang mendukung transmisi native IP, implementasinya sangat mudah. Konsekuensi dari penggunaan VSAT IP ini adalah delay yang cukup besar, antara 500-800 ms, dan jitter. Bandwidth IP disediakan antara 256 kbps sampai dengan 2 Mbps atau lebih tergantung konfigurasi BTS yang dipasang.

Personal issue

Kembali ke cerita project, saya biasanya berangkat ke lapangan bersama seorang teknisi VSAT. Saya sebagai engineer BSS bertanggung jawab atas instalasi BTS dan antena, commissioning, dan integrasi perangkat. Sedangkan partner VSAT bertanggung jawab atas instalasi VSAT dan menjamin koneksi IP BTS-BSC. Mungkin Anda akan heran bagaimana mungkin 2 orang teknisi bisa menyalakan sinyal bahkan dengan konfigurasi yang mendekati BTS di perkotaan. Memasang antena VSAT yang berdiameter 2.4 meter, memasang antena dengan panjang lebih dari 2 meter dan BTS berbobot 18 kg di ketinggian lebih dari 40 meter juga bukan perkara mudah. Hehehe, sebenarnya kami juga tidak sesakti itu. Di lokasi, kami selalu meminta beberapa warga lokal untuk membantu pekerjaan kami, dengan bayaran tentunya. Pekerjaan seperti mengatrol antena ke tower atau pengecoran biasanya dibantu oleh warga. Tapi tentu saja, tidak semudah membayar kuli bangunan karena kami tetap harus mengajari dan memberikan arahan kepada mereka. Hal yang terkadang sulit dan lucu bagi saya adalah saat saya di atas tower dan harus berteriak-teriak mengarahkan orang di bawah.

Terlibat dalam project ini bagi saya sangat menyenangkan. Selain mendapat kesempatan menjelajahi Indonesia, ada satu hal yang selalu membuat saya tersenyum sekaligus terharu setiap kali BTS on air. Bagi sebagian besar kita yang tinggal di perkotaan, sinyal GSM (bahkan 3G) adalah sesuatu yang wajar. Tetapi bagi sebagian kecil saudara kita yang tinggal di daerah terpencil, jarang tersentuh pembangunan, akses telekomunikasi yang datang adalah bagaikan anugerah. Bagi pekerja pertambangan ataupun personil TNI yang berbulan-bulan harus berada di lokasi, keberadaan sinyal GSM adalah obat rindu akan keluarga dan orang-orang tercinta. Tidak jarang kami diperlakukan sebagai tamu bagi mereka. Harapan mereka akan kemampuan berkomunikasi jarak jauh adalah mimpi yang sudah lama ditunggu. Saya selalu mengingat bagaimana senyum dan tawa mereka saat pertama kali berbicara dengan seseorang ribuan kilometer di luar sana menggunakan ponsel. Mereka sudah bisa menggunakan ponselnya untuk menelepon, tidak hanya untuk mendengar lagu atau menonton film. Saya hanya bisa tersenyum ketika mereka bercerita baru saja menelfon saudaranya, pamannya, temannya, atau bahkan tetangga sebelah karena tidak tahu siapa yang harus dihubungi. Saya tertawa ketika mereka kehabisan pulsa karena terlalu asyik berbicara di telfon. Seketika saya terlupa bagaimana sulit dan melelahkan hanya untuk sampai ke lokasi, bagaimana lelahnya naik dan turun tower.

Closing Part

Januari 2013, saya memutuskan untuk resign dari project ini setelah 10 bulan bergabung. Artikel ini memang sengaja saya tulis sebagai salah satu episode yang menyenangkan sekaligus membanggakan dalam hidup saya. Saya ingat beberapa rekan yang sudah lebih dulu meninggalkan project ini. Saya berharap mereka sukses di luar sana. Saya juga teringat rekan-rekan yang masih setia menggeluti project ini, saya berterimakasih kepada mereka karena sudah memberi saya kesempatan mencicipi sesuatu yang menarik. Saya berharap mereka tetap setia memajukan telekomunikasi bagi masyarakat di daerah terpencil.

Di bawah ini adalah beberapa site atau lokasi yang saya kerjakan. Sebuah album kenangan atas perjalanan saya di project Merah Putih.

April 2012 – Harita Nickel, Loji, Pulau Obi – GSM Upgrade – SST 72m
Mei 2012 – Lebak Gedong, Banten – GSM three-sector – SST 52m
Mei 2012 – Majasari, Banten – GSM three-sector – SST 52m
Mei 2012 – Distrik Sugapa, Intan Jaya – GSM three-sector – SST 72m
Juni 2012 – Distrik Tambrauw – GSM three-sector – SST 72m
Juli 2012 – Purwodadi, Malang – GSM three-sector – SST 72m
Sept 2012 – PON Riau, Sei Kijang – GSM omni
Okt 2012 – Enggano Camp, Sorowako, Vale Indonesia – GSM omni – Guymast 36m
Okt 2012 – Balambano PLTA, Sorowako, Vale Indonesia – GSM omni – Guymast 36m
Des 2012 – Distrik Jagebob, Merauke – GSM omni – SST 52m
Des 2012 – Distrik Sota, Merauke – GSM omni – SST 52m

10 comments

  1. shetea · January 25, 2013

    hoo..trs kang opik disana jadi apany? CME nya?
    ini mah kayanya motifnya jalan2..hahaha

  2. Bucek · January 25, 2013

    Life is choice and sometimes we have must thinking about our own lives… 😀

  3. Taufiq Ibrahim · January 25, 2013

    ya semacam itu lah hehehe…tapi ga banyak jalan2nya untuk waktu 10 bulan…tapi itu menyenangkan. udah waktunya untuk back to the roots…

  4. Mamank Ammy · January 31, 2013

    Hehehehe…we will continue to welcome you if you want to return to this project…atleast until enda of this year or next year…hohohohoho…

    • Taufiq Ibrahim · February 1, 2013

      thanks for such welcome boss…smoga cepet kelar site-sitenya ya

  5. indraliu · June 30, 2013

    waah … terinspirasi untuk sayaa mas untuk menceritakan seperti apa yang anda ceritakan … kebetulan saya bekerja di sebuah perusahaan yg bergerak di bidang vsat itu .. andai anda masih bergerak di bidang ini , dak menutup kemungkinan bisa tidak disengaja untuk menjadi tandem atau partner kerja di se
    buah site / lokasi …

  6. Bugi Suhana · August 3, 2013

    mantap elu emang, petualang sejati..
    creambath dimana sih itu rambut.

  7. resmadi · November 29, 2013

    sundull gaaannn,…-_^

  8. Must ajie · December 13, 2013

    Ah project banyak mafianya seharusnya telkomsel atau kominfo cek ulang

    • Taufiq Ibrahim · January 1, 2014

      di indonesia ini project apa sih yg ga ada mafianya? di tingkat RT aja ada…bagusnya memang harus ada audit di telkomsel dan kominfo. tapi yang menjadi penting adalah proses memerdekakan masyarakat perbatasan/pedalaman secara telekomunikasi tetap berjalan 🙂

Leave a reply to Taufiq Ibrahim Cancel reply